Trip to Ujung Genteng Beach


Sedikit berbagi pengalaman liburan nih, tepatnya liburan ke Pantai Ujung Genteng pada tanggal 6-7 Agustus 2013 yang lalu. Saya bersama 9 orang lainnya, yaitu kakak-kakak dan abang-abang saya di naposo maranatha (Kak Echa, Kak Oktha, Kak Rani, Bang Porman, Bang Bobby, Bang Ferdinan, Bang Boyke, Bang Thurman, dan Bang Dona) melakukan perjalanan liburan ke Pantai Ujung Genteng. Rencana ini hanya direncanakan beberapa hari sebelum hari H dengan tujuan awal ingin naik gunung namun H-1 berubah jadi ke pantai. Bermodalkan nekat dan GPS di tangan, kami pun akhirnya melakukan perjalanan ini.

(ki-ka) Bang Dona, Bang Porman, Kak Oktha, Saya, Kak Rani, Kak Echa, Bang Boyke, Bang Ferdinan, Bang Bobby 
- taken by Bang Thurman

Perjalanan dimulai sekitar pukul 15.00 WIB dan tiba di Ujung Genteng sekitar pukul 23.45 WIB. Menurut informasi yang kami dapat perjalanan menuju Ujung Genteng bisa memakan waktu kurang lebih 7-8 jam. Kesalahan kami adalah kami nyasar sampai ke daerah Pelabuhan Ratu, hal ini dikarenakan daerah yang kami lalui berupa hutan dan bukit serta jurang yang sulit mendapatkan sinyal, dan mengakibatkan GPS kami mati. Perjalanan menuju Ujung Genteng pada malam hari sangatlah menyeramkan, gelap sekali karena tidak adanya lampu jalan, kanan kiri adalah hutan pepohonan dan jurang, sangat jarang sekali ditemui pemukiman warga, selain itu jalannya juga kurang bagus, berbatu dan berlubang. Satu lagi, di daerah ini sangat sulit sekali ditemui pom bensin, jadi alangkah baiknya untuk mengisi bensin full sebelum memasuki kawasan menuju Ujung Genteng. Selain itu, orang-orang disini sangat kental sekali logat sundanya. Pengalaman kami selama bertanya ke warga mengenai arah jalan, warga akan jutek menjawab jika kita bertanya dengan logat jakarta, tapi jika kita bertanya dengan logat sunda, warga disini akan menjawab dengan ramah.

Setelah melewati daerah  Surade, artinya tinggal beberapa menit lagi tiba di Ujung Genteng. Jalannya benar-benar gelap dan berkelok-kelok, jalannya pun banyak lubangnya, tak ayal jika ada orang menyebrang maka akan sangat susah melihatnya. Untunglah supir kami, yaitu Bang Porman, Bang Bobby, dan Bang Boyke adalah supir yang handal sehingga kami bisa melalui perjalanan dengan lancar. Saat tiba di daerah Ujung Genteng kami segera berencana mencari homestay untuk bisa ditinggali semalam, setidaknya untuk tempat kami tidur. Selama perjalanan mencari homestay, tibalah kami di daerah tepi laut tempat para nelayan. Disini jalannya sangat sangat jelek, berpasir, dan berbatu. Di pinggir jalan banyak ditemukan warung remang-remang dan 'para wanita' malam. Saat akan bertanya jalan ke mereka, Bang Bobby turun dan langsung seperti mau ditawar haha, ketika Kak Rani ikut turun, wanita-wanita tersebut kecewa dan berkata 'yah, ada ceweknya' hahaha. Saat berhenti untuk bertanya, ada kejadian janggal yang dilihat oleh Bang Porman diikuti dengan Bang Bobby dan Bang Boyke, dan sampai sekarang mereka belom mau cerita huhuuu.

Akhirnya kami menemukan homestay yang saat itu ramai. Jujur sebenernya agak was-was sama daerah ini, karena baca-baca berita di internet, daerah ini banyak aneh-anehnya. Makanya seneng banget ketika ketemu homestay yang ramai, namanya Pondok Adi. Baru kali ini loh ada homestay yang ditawar, awalnya si pemilik buka harga 400ribu untuk semalam sampai dengan jam 12 siang, setelah kompromi dn tawar-menawar akhirnya dapatlah homestay dengan harga 250ribu sampai jam 12 siang, lengkap dengan alat dapur seperti kompor gas, piring, sendok, garpu, panci, penggorengan, ceret air, dan tempat bakar-bakaran. Homestay ini lumayanlah, kamar tidurnya ada dua dengan masing-masing 2 single bed, kamar mandinya bersih, dan ada dapur mininya. Berdasarkan searching di internet harga homestay disini masih murah, sekitar 200-500 ribu per malamnya. Tepat di depan Pondok Adi, adalah pesisir pantai yang banyak nelayannya. Uniknya pantai disini adalah karangnya. Biasanya pantai itu identik dengan pasir yang halus dan lembut, tapi di pantai ini gak ada pasirnya, yang ada hanyalah batu-batuan karang kecil-kecil jadi agak sakit kena kaki kita.

Wisma Adi
Malam itu, kami langsung makan-makan sambil pork barbecue yang di masak oleh master chef Dinan. Kenyang makan, para cewek-cewek langsung tidur sejenak dan kemudian segera bangun untuk melanjutkan destinasi selanjutnya ke penangkaran penyu di Pantai Pangumbahan. Perjalanan bisa dibilang cukup horor, karena kami berangkat pukul 4 pagi, melalui jalan setapat berbatu besar dan terdapat juga beberapa alur yang melewati hutan, gelap, dan sangat sepi. Kenapa harus sepagi ini? karena menurut kabar yang kami dapat, jika kami beruntung maka kami dapat melihat secara langsung proses penyu bertelur (namun sayangnya saat itu kami belum beruntung, sebab biasanya penyu bertelur pada saat bulan purnama dan saat itu bukan bulan purnama, menurut bapat penjaganya). Berhubung kondisinya pagi-pagi buta dan warga belum ada yang bangun, serta kondisi jalan yang sangat sepi, kami tidak tau ada apa di kanan kiri mobil kami. Beberapa kali ada pemuda warga sekitar yang menawarkan bantuan untuk menunjukan arah kepada kami, tentu dengan bayaran nominal tertentu. Namun, kami memustuskan untuk terus jalan berbekal dengan arahan warga sekitar saat kami bertanya. Semua kehororan itu tapi berbuah sangat manis, sekitar pukul 5 pagi, kami sampai di Taman Pesisir Pantai Penyu Pangumbahan tempat penangkaran penyu. Di sana kami melihat beberapa ekor penyu yang dipelihara dan banyak sekali tukik (sebutan untuk anak penyu yang baru lahir). Lucu sekali melihat tukik-tukik kecil bergerak ke sana kemari di dalam tempat penangkaran. Lalu kami diajak ke pesisir Pantai Pangumbahan berpasir putih dan halus, disinilah penyu biasa naik ke daratan untuk bertelur dan kemudian telurnya dibudidayakan dalam penangkaran. Saat itu pantai sedang pasang sehingga ombak bergulung sangat tinggi sekali. Satu peringatan saat kami bermain ke pantai tersebut adalah dilarang mandi, entah apa alasannya. Tidak ada orang lain di pantai tersebut, hanya rombongan kami saja, benar-benar berasa seperti private beach yang sangat indah. Pukul 07.00 kami segera kembali ke homestay dan barulah kami menyadari bahwa jalan yang kami lalui saat pergi benar-benar menawarkan pemandangan desa yang indah, walaupun jalan yang kami lalui sangat rusak dan banyak lubangnya. Ada beberapa petak sawah dan terdengar desiran ombak dari pesisir pantai yang kami tidak tahu pantai apa namanya. Ketakutan dan kegelisahan kami selama perjalanan pergi terbayar semua dengan pemandangan yang sangat menawan.

Pork Barbecue
Taman Pesisir Pantai Penyu Pangumbahan  (Pangumbahan Penyu Park)
Sampai di homestay, kami segera berkemas untuk melakukan perjalanan selanjutnya yaitu menuju Pantai Amanda Ratu yang terkenal dengan sebutan 'Tanah Lot mini Pulau Jawa'. Sebelumnya kami singgah sebentar di Pantai Cibuaya dekat homestay dimana pasirnya dipenuhi oleh karang kecil-kecil. Warna pantainya sangat indah biru kehijauan dan sangat jernih. Ombaknya yang tinggu cocok untuk surfing, tidak banyak orang di pantai ini dan itulah yang menambah keindahannya. Pantainya masih 'perawan' dan sangat bersih. Setelah puas mengambil beberapa foto, kami melanjutkan perjalanan menuju Amanda Ratu. Amanda Ratu langsung memukau kami ketika kami tiba di sana. Tanah Lot Bali versi mini dapat kita lihat di sana. Di pinggiran Amanda Ratu terdapat resort dengan fasilitas yang serba mewah yang pasti dengan harga sangat tinggi. Untuk traveler seperti kami, tentulah ini tidak masuk dalam pilihan karena harganya yang terlalu mahal. Banyak wisatawan asing berkeliaran dan berfoto di sini. Tidak heran karena pemandangan elok yang ditawarkan benar-benar indah dan menawan. Untuk berkunjung ke sini, kita tidak perlu menginap di resort sekitar. Traveler yang tidak menginap di sini pun boleh berkunjung dengan bebas dan gratis, hanya membayar Rp 2.000,- saja untuk uang parkir. Kita bisa berfoto dengan view yang indah di atas batu karang yang besar, hati-hati terjatuh atau tergelincir karena track-nya sangat licin. Selanjutnya perjalanan menuju Curug Cikaso, yang katanya adalah air terjun terbagus di Ujung Genteng.

Pantai Cibuaya
Amanda Ratu
Perjalanan menuju Curug Cikaso berlangsung nyaman karena jalan sangat sepi (berhubung hari itu adalah H-1 lebaran), sudah tidak berbatu lagi, dan yang paling penting sudah terang tidak gelap gulita seperti perjalanan malam sebelumnya. Setibanya di pintu masuk Curug Cikaso, kami agak kecewa dengan banyaknya pungutan-pungutan uang yang ditagih oleh warga sekitar (padahal menurut info yang kami dapat, sekitar tahun lalu tidak ada pungutan apapun, alias gratis). Pungutan pertama adalah biaya tiket masuk sebesar Rp 7.000,- per orang. Bukannya menghina atau merendahkan tapi sepertinya orang yang menarik pungutan kurang pintar berhitung dan tidak peduli asalkan dia dapat uang, kami 10 orang harusnya membayar sebesar Rp 70.000,- plus tarif 2 mobil (saya lupa berapa), namun orang itu mengembalikan kembalian lebih. Saat kami protes, mukanya bingung dan malah langsung pergi meninggalkan kami, entah apa maksudnya. Tidak hanya itu, beberapa meter dari pintu masuk, kami dikagetkan dengan dengan tulisan "Satu kali buka portal Rp 1.000,-" ckck sampai segitunya. Belum lagi kami harus membayar kapal untuk menyebrang menuju curug sebesar Rp 60.000,- per kapal. Benar-benar mengecewakan, belum lagi biaya parkir mobil dan biaya kamar mandi ckckck. Tapi untuk pemandangan dan kepuasan selama kami di Curug Cikaso sangat tidak mengecewakan, terdapat dua buah air terjun yang sangat indah, kita bisa berenang di bawah air terjun itu. Tetapi harus sangat hati-hati saat berenang, sebab di dasar curug terdapat banyak sekali batu dengan ketinggian yang berbeda-beda. Satu hal yang paling asik adalah ketika kami sampai tepat di bawah air terjun, kami duduk di atas batu dan merasakan punggung kejatuhan air terjun seperti layaknya sedang di pijat. Sayangnya kami harus segera cepat berangkat sebelum matahari tenggelam untuk mengejar waktu sampai ke rumah masing-masing.

Puas dengan beragam pemandangan dan pengalaman di Ujung Genteng, kami pun segera melanjutkan perjalanan kembali ke rumah masing-masing. Perjalanan pulang terasa lebih cepat dan nyaman karena kami sudah hafal track-nya dan tidak kesasar lagi. Hanya saja kami sempat terjebak macet di belakang rombongan warga yang sedang takbiran. Selebihnya perjalanan pulang berlangsung lancar. Sekitar pukul 01.00 pagi, saya tiba di rumah dan very excited dengan liburan saya kali ini. Mendadak, singkat, murah, dan menyenangkan. Sampai jumpa di cerita liburan selanjutnya :D

Curug Cikaso
Full Team :)


Article "Trip to Ujung Genteng Beach" protected

Posting Komentar

Lebih baru Lebih lama