Travel goal tahun ini adalah ASEAN!
Masih ada 2 negara lagi yang belum aku kunjungi, yaitu Kamboja dan Brunei Darusalam.
Awal tahun ini akhirnya memutuskan untuk travel ke Kamboja (mumpung ada diskon besar dari Air Asia) terus lanjut jalan ke Thailand via darat. Niatnya cuma mau explore Angkor Wat aja, tapi dasar kurang pengetahuan, aku malah beli penerbangan ke Phnom Penh wkwk alih-alih ibu kota Kamboja kan Phnom Penh ya. Setelah beli tiketnya dan baca-baca artikel, ternyata aku baru ngeh kalau Angkor Wat itu terletak di kota Siem Reap yang berjarak cukup jauh dari Phnom Penh (sekitar 5-6 jam).
Ya gimana ya haha tetap lanjut jalan dong pastinya, gak mau menyesal dan gak mau rugi, gak ada salahnya juga kan explore tempat baru. Berhubung Phnom Penh adalah kota kecil, jadi sehari pun cukup untuk mengelilinginya.
Oh iya anyway ini aku jalan sebelum ada peraturan pembatasan dan wabah covid-19 juga belum terlalu marak.
Tiba di Bandara Internasional Phnom Penh sekitar pukul 09.00 pagi dan masih cukup sepi untuk hitungan bandara internasional, tapi bangunannya sudah cukup bagus namun luasnya tidak terlalu besar. Selanjutnya, karena trip kali ini memegang prinsip hemat tapi tidak menyusahkan, aku mencoba untuk menaiki bis umum nomor #3 ke city center karena ongkosnya murah hehe hanya 1500 KHR per orang.
Sementara itu, di luar bandara sudah banyak sekali supir tuktuk yang menawarkan jasa one day trip, aku tidak tahu berapa harganya, namun sudah pasti mahal haha menurut info yang aku baca mungkin akan dipatok sekitar 20 USD per orang untuk seharian berkeliling. Oh iya, Kamboja adalah satu-satunya negara di ASEAN yang menerapkan dua mata uang sebagai alat pembayaran, yaitu USD dan KHR, dimana 1 USD = 4000 KHR.
Berbekal membaca blog orang di internet dan dibantu oleh google maps, kami harus menaiki bis dari halte bus yang terletak di depan bandara (dari pintu keluar gate, jalan keluar bandara, melewati parkiran, halte bis nomor #3 ada di sebelah kiri pintu keluar bandara, haltenya kecil jadi jangan sampai terlewat). Bisnya bagus, ada AC dan audio informasi permberhentian, walaupun ada perbedaan dengan rute yang diinformasikan diinternet. Setelah menaiki bis, aku langsung membayar dengan memasukan uang ke dalam kotak di samping supir.
Tujuan pertama adalah Wat Phnom, jaraknya sekitar 30-45 menit dari bandara tergantung dari kondisi jalan. Walaupun ada audio informasi pemberhentian tapi tetap saja aku tidak mengerti apa yang diucapkan, jadi hanya berpatokan pada google maps. Aku harus turun di General Departement of National Treasury, kemudian berjalan kaki kurang lebih 5 menit.
Sesampainya di Wat Phnom, turis diwajibkan untuk membayar tiket masuk seharga 1 USD atau 4000 KHR, sementara untuk warga lokal gratis. Wat Phnom adalah candi (wat) budha yang bisa dibilang sebagai simbol dari kota Phnom Penh. Banyak warga lokal yang datang untuk beribadah bersama dengan keluarga.
Wat Phnom di Phnom Penh |
Bagian dalam Wat Phnom di Phnom Penh |
Kondisi cuaca saat itu sangatlah terik dan berdebu, jadi pakailah pakaian yang senyaman mungkin dan jangan lupa topi, sunglasses, dan sunscreen.
Tempat selanjutnya yang aku kunjungi adalah National Museum of Cambodia yang terletak kurang lebih 1 km dari Wat Phnom. Karena minim informasi dan tidak mau membuang-buang waktu, aku memutuskan untuk naik Grab Tuktuk yang harganya cukup terjangkau, rata-rata bahkan tidak sampai 1 USD. Pesannya lewat aplikasi Grab dan bayarnya cash. Tidak perlu khawatir karena nomor plat di aplikasi pasti sama dengan nomor kendaraan tuktuknya, tinggal chat saja untuk janjian terkait lokasi penjemputan.
Setibanya di National Museum of Cambodia, aku sangat takjub melihat bangunannya yang megah, semua serba merah dengan corak dan ukiran yang sangat detail. Tiket masuk museum seharga 10 USD per orang untuk turis dewasa. Museum nasional ini banyak menyimpan karya seni bersejarah peninggalan bangsa Khmer zaman dahulu kala. Di dalam museum dilarang untuk melakukan aktivitas fotografi terhadap koleksi museum, namun kita diperbolehkan memotret bagian luar museum yang sangat megah dan indah.
National Museum of Cambodia |
Tidak jauh dari National Museum of Cambodia, sekitar 300 meter, terdapat kedai makanan Indonesia yang bernama Warung Bali. Wajib hukumnya makan disini kalau sudah menginjakan kaki di Phnom Penh. Warung Bali ini punya orang Indonesia yang sudah lama tinggal di Phnom Penh, namanya Pak Firdaus yang ternyata sangat ramah. Masakan yang disajikan ada masakan khas Indonesia dan Kamboja. Saat itu aku memesan nasi ayam goreng mentega dan satu masakan Kamboja sejenis capcay seafood namanya nom banh chock, rasanya jangan ditanya, enaaaaakk banget dan harganya pun terjangkau, porsinya banyak hehe.
Sempat ngobrol sebentar dengan Pak Firdaus, beliau menginformasikan agar berhati-hati memegang handphone dijalan, karena banyak sekali kasus perampasan disana. Melihat tas backpack kami yang cukup besar, beliau menawarkan agar kami menitipkan tas kami di warungnya sementara kami melanjutkan perjalanan. Bahkan ada yang bilang kalau bisa menumpang mandi disana.
Warung Bali di Phnom Penh |
Awalnya memang aku tidak berencana memesan penginapan di Phnom Penh karena malamnya akan melanjutkan perjalanan menuju Siem Reap menggunakan bis malam. Namun karena sudah lelah ditambah juga cuaca yang cukup panas, akhirnya aku memutuskan untuk pesan hostel untuk tidur siang wkwk. Pilihan jatuh kepada Sla Boutique Hostel, dengan rate Rp 160.000 per hari untuk kamar tipe dormitori wanita 2 orang. Aku sangat merekomendasikan hostel ini, selain karena lokasinya yang strategis, pelayanannya ramah, harga cukup terjangkau, bersih, dan disediakan kelas masak gratis pada sore hari dan makanannya bisa dinikmati sebagai makan malam.
Ruang tunggu dan receptionist (source: booking.com) |
Double bed di dormitory wanita Sla Boutique Hostel (source: booking.com) |
Ruang santai (source: booking.com) |
Sore hari aku melanjutkan perjalanan menuju Phnom Penh Royal Palace dengan berjalan kaki dari Sla Boutique Hostel kurang lebih 20 menit. Sayangnya karena tiba disana lewat dari pukul 5 sore, jadi Phnom Penh Royal Palace sudah tutup dan kebetulan juga sedang direnovasi, jadi akhirnya aku memutuskan untuk berjalan menuju destinasi selanjutnya yaitu Wat Ounalom Monastery, yang terletak hanya 15 menit dari Phnom Penh Royal Palace. Tempat ini merupakan simbol penting umat Budha di Phnom Penh, dimana didalamnya juga terdapat gong perdamaian yang menjadi simbol perdamaian negara-negara ASEAN.
Bagian depan Phnom Penh Royal Palace |
Wat Ounalom Monastery |
Gong ASEAN di Wat Ounalom Monastery |
Tepat diseberang Wat Ounalom Monastery, terdapat ruang terbuka semacam alun-alun kota Phnom Penh yang dikenal dengan Sisowath Quay di pinggir Sungai Mekong. Selanjutnya aku menyelusuri Sisowath Quay sambil berjalan menikmati senja dan menunggu matahari tenggelam. Banyak aktivitas warga lokal yang dilakukan sepanjang jalan Sisowath Quay, ada yang berolahraga, bermain, atau bahkan sekedar duduk dipinggir sungai. Di sisi lain jalan terdapat banyak cafe dan hostel yang dipenuhi oleh turis-turis.
Sisowath Quay |
Sisowath Quay di Pinggir Sungai Mekong |
Keramaian di Sisowath Quay |
Kurang lebih berjalan 1 km sepanjang Sisowath Quay menuju ke Phnom Penh Night Market yang merupakan pasar malam terkenal di kota Phnom Penh. Seperti pasar malam pada umumnya, banyak penjual yang menjajalkan jualannya dari mulai baju, souvenir khas Kamboja, pernak-pernik, makanan, minuman, sepatu, dan lain-lain. Selain itu terdapat sebuah panggung besar di tengah pasar yang digunakan penyanyi lokal untuk menampilkan live music dengan kearifan lokal Phnom Penh. Selain berbelanja, kamu wajib mencoba makanan dan jajanan lokal khas Kamboja di pasar malam ini sambil duduk lesehan bergabung dengan orang lokal lainnya, seru banget lesehan sambil makan di pasar malam remang-remang haha.
Phnom Penh Night Market |
Perjalanan menyelusuri Kota Phnom Penh berhenti sampai disini, karena aku harus kembali ke hostel dan berkemas untuk ke Terminal Giant Ibis untuk melanjutkan perjalanan malam menuju Siem Reap. Sehari berkeliling Phnom Penh adalah hal yang menyenangkan dan sangat mungkin dilakukan.
TIPS & TRICK
Sebelum berangkat pastikan hal-hal penting yang harus kamu persiapkan, yaaaaa....
- Tiket Pesawat - Pastikan kamu sudah punya tiket ya. Air Asia menyediakan rute dari Jakarta menuju Phnom Penh melalui Kuala Lumpur, namun saat ini Citilink Indonesia sudah membuka penerbangan Jakarta ke Phnom Penh loh. Boleh tuh di cek-cek harga dan jadwalnya.
- Uang - Kamboja memberlakukan 2 mata uang sekaligus, USD dan KHR. Tapi kayaknya mata uang KHR tidak dijual di money changer Indonesia, jadi kamu bisa bawa USD saja, tapi pastikan juga nominalnya yang kecil-kecil ya karena kalau ada kembalian biasanya dikembalikan dengan KHR huhuhu. Sedihnya, USD disini lecek-lecek hiks bahkan ada juga yang robek tapi masih bisa digunakan, namun jika sudah keluar Kamboja USD yang lecek itu tidak akan ada yang mau menerima.
- Itinerary - Sesuaikan destinasimu dengan waktu liburanmu. Karena aku hanya punya 1 hari di Phnom Penh jadi itinerary nya agak ambisius haha gak mau rugi waktu.
- Transportasi - Transportasi umum di Phnom Penh masih belum maju, tidak ada LRT atau MRT hanya ada Grab (mobil, motor, dan tuktuk), Pass App (semacam Grab versi lokal), Bis, dan Tuktuk. Namun, aku lebih suka berjalan kaki karena lokasi satu tempat ke tempat lainnya tidak terlalu jauh.
- Cuaca - Super panas dan banyak debu, kalau siang suhunya bisa mencapai 38 derajat. Jadi siapkan alat tempur berupa sunscreen, sunglasses dan topi untuk perlindungan kulitmu. Cuaca panas ini pasti membuat badan mudah terasa gerah, jadi sebaiknya hindari memakai baju yang tebal.
- Makanan - Rasanya hampir mirip dengan makanan Thailand, tetapi agak sulit menemukan makanan halal disini. Makanan lokal yang aku coba antara lain Lap Khmer, Nom Banh Chock, Fish Amok, dan semacam bihun kuah soto dengan bumbu kacang. Sekali makan harganya sekitar Rp 10.000,- sampai dengan Rp 40.000,-.
- Hotel - Harga hotel disini menurutku termasuk murah, bahkan aku menemukan ada yang buka rate Rp 50.000,- per malam, tapi gatau sih bentuknya seperti apa haha jadi sebaiknya disesuaikan dengan kebutuhanmu.
- SIM Card - Aku membeli SIM Card yang dapat aktif di Kamboja dan Thailand via Klook dengan harganya sekitar Rp 120.000,-. SIM Card diambil dan diaktivasi di Kuala Lumpur International Airport sekalian pesawatku transit disana sebelum terbang ke Phnom Penh.
ITINERARY & BUDGET
Jadi, untuk liburan akhir pekan yang singkat, kamu bisa menambah Phnom Penh ke dalam bucket list mu. Selain biaya hidupnya yang murah, mudah diakses dengan google maps dan jalan kaki, Phnom Penh juga terkenal dengan sejarahnya.
Article "Seharian Keliling Phnom Penh" protected