Vientiane Day Trip

Vientiane merupakan ibu kota negara Laos, satu-satunya negara di kawasan Asia Tenggara (ASEAN) yang tidak memiliki pantai atau tidak berbatasan langsung dengan laut. Laos dikenal juga dengan sebutan Lao People's Democratic Republis (Lao PDR). Seperti yang telah aku ceritakan dipostingan sebelumnya, aku berkunjung ke Vientiane dari Bangkok menggunakan bis malam selama kurang lebih 8-10 jam perjalanan.
buddha park laos
Nong Khai
Nong Khai boundary post
BACA JUGA: 
Perjalanan Bangkok ke Vientiane Pulang Pergi Naik Bis Penuh Drama

Tidak sampai 24 jam aku menjajaki negara yang menganut ideologi komunis tersebut. Namun, pengalaman yang aku dapat luar biasa mengesankan dengan berbagai bumbu drama didalamnya. Nah, Vientiane day trip kali ini, aku hanya sempat mengunjungi 3 tempat wisata dan mampir 'ngadem' disalah satu mallnya (teteup dong anak mall haha). Yuk, intip keseruan perjalananku menjelajah tempat wisata di Vientiane!

Sai-bai-dee!

Hello dalam bahasa Lao, dibaca "Sabaidi". Lumayan banyak drama yang aku alami saat traveling ke Vientiane. Setibanya di imigrasi Lao, langsung aja ada drama dimana tidak ada satu pun money changer yang buka, padahal sudah hampir pukul 8 pagi. 

Belum lagi drama pelayanan imigrasinya. Jadi, jam kerja petugas imigrasi dan bea cukai di Lao mulai pukul 8 pagi sampai 4 sore. Nah, ketika kalian ingin masuk ke Lao di luar jam kerja tersebut, kalian harus bayar extra time fee sebesar 10.000 Kip sekitar Rp 16.000 karena menyebabkan petugas bekerja di luar jam kerja.

Drama ATM ada lagi guys, jadi dari 3 mesin ATM di kantor imigrasi, hanya 1 ATM saja yang bisa digunakan, itu pun loadingnya cukup lama dan harus diulang beberapa kali. Kan lumayan banget kena potong biaya penggunaan kartu huhu. Tapi untungnya nilai tukarnya lebih rendah dibanding Indonesia, jadi berasa orang kaya banget deh jalan-jalan di Laos wkwk.

Paling drama adalah BAHASA haha, sulit sekali berkomunikasi dengan masyarakat karena tidak ada yang mengerti bahasa Inggris. Akhirnya bermodalkan bahasa isyarat dan google translate deh. Perkara mencari kendaraan umum menuju destinasi pertama, sudah menghabiskan waktu 30 menit sendiri karena kesulitan tanya sana sini.

Transportasi di Vientiane sangat terbatas, belum ada MRT, LRT, atau kereta. Tidak ada juga bis terintegrasi, hanya bis umum yang bentuknya cukup usang. Ada juga tuk-tuk dan mobil bak semacam angkot. Gojek atau Grab saat itu juga belum ada. Sepanjang mata memandang, aku juga tidak menemukan ada taksi di sekitar kantor imigrasi.

Buddha Park

buddha park laos
Buddha Park
Setelah selesai pengecekan imigrasi, aku menuju keluar kantor imigrasi untuk mencari bis menuju Buddha Park. For your information, di luar kantor imigrasi banyak bis umum dengan jurusan yang bervariasi. Jujur, aku lupa waktu itu naik bis nomor berapa, namun di bis ada tulisan "via Buddha Park". Supaya tidak salah, sebaiknya bertanyalah terlebih dahulu dengan warga sekitar.

Perjalanan dari kantor imigrasi perbatasan menuju Buddha Park hanya sekitar 15 menit dengan tarif 8.000 Kip setara Rp 13.000. Bisnya mirip dengan bis umum di Jakarta yang tidak jelas tempat pemberhentiannya. Jadi, kamu harus nyalakan maps dan sering-sering bertanya kepada supir. 

Bis berhenti tepat di depan pintu masuk Buddha Park. Kemudian aku membeli tiket masuk seharga 15.000 Kip atau setara dengan Rp 25.000. Beruntungnya saat itu pas sekali Buddha Park baru saja buka, sehingga masih sepi dan belum ada pengunjung lainnya. Anti cendol-cendol club deh hihi asik!

Buddha Park terkenal dengan sebutan Xieng Khuan atau Spirit City. Tempat ini merupakan taman patung yang dibangun sejak tahun 1958 oleh seorang seniman spiritual bernama Luang Pu Bunleua Sulilat. Letaknya persis bersebelahan dengan Sungai Mekong.
Buddha park laos
Patung buddha tidur
Jumlah patung yang terdapat di taman ini mencapai 200 patung dengan sentuhan Hindu dan Buddha. Bentuknya bermacam-macam dan serba unik, ada patung buddha tidur raksasa sepanjang 40 meter, patung bermuka tiga, patung buddha berdiri, patung berbentuk seperti pumpkin dan masih banyak lagi.

Kamu bisa menikmati pemandangan seluruh patung di Buddha Park dari ketinggian lho! Jika melihat sebuah patung berbentuk menyerupai pumkin, masuklah dari sana. Pintu masuknya melalui mulut sebuah patung yang terbuka lebar. Tapi hati-hati ya karena tangganya sempit dan curam. 
Buddha Park
Pintu masuk untuk melihat view Buddha Park dari atas
Bagian belakang Buddha Park terdapat taman bunga yang sangat luas, terdiri dari berbagai macam bunga warna-warni yang sedang bermekaran. Ada juga patung dekat dengan sebuah pohon raksasa yang bisa kamu panjat.

Kemudian aku beristirahat sejenak di kantin yang terdapat di area Buddha Park. Cuaca siang itu sangat panas sekali padahal waktu masih menunjukkan pukul 10 pagi. Terdapat banyak penjual makanan dan minuman 

Perjuangan komunikasi terjadi lagi saat aku ingin memesan makanan haha bermodalkan tunjuk gambar makanan dimenu, akhirnya aku memesan papaya salad yang katanya menjadi makanan khas Laos, vegetable seafood semacam capcay, dan udang goreng haha standar banget menunya. Tapi yang penting udah coba papaya salad yang super segar ditengah terik matahari.
Lao foodLao food
Laos food: papaya salad dan nasi ketan

Vientiane Center Lao Mall

Drama selanjutnya terjadi lagi ketika mencari transportasi menuju pusat kota Vientiane. Berhubung Buddha Park terletak sekitar 25 km dari pusat kota Vientiane, jadi bisa memakan waktu cukup lama. Sementara beberapa bis yang lewat Buddha Park tidak sampai ke pusat kota. Kalau pun ada internal waktu bis lewat sangat lama, bisa satu jam sekali.

Taksi pun tak terlihat sama sekali. Tuktuk? Bukan ide yang bagus, pasti tarifnya mahal banget karena jaraknya jauh. Akhirnya setelah tanya sana sini berbekal google translate, aku naik sebuah mobil pick up beratap, ya semacam angkot gitu. Katanya akan diantar sampai ke terminal di kota dekat Patuxai, destinasi keduaku.

Seru sih naik angkot ini, anginnya sepoi-sepoi haha dan berdampingan dengan warga lokal. Fix deh jadi bahan tatapan setiap warga lokal yang naik, mentang-mentang turis hehe. Tarifnya murah, hanya 10.000 Kip atau Rp 16.000 dan gak bisa ditawar guys haha maklum hobiku nawar :")

Sayangnya aku tidak diturunkan di Patuxai, tetapi di tempat semacam terminal. Katanya tinggal jalan saja sebentar, langsung sampai. Gimana caranya tau arah jalan, internet pun aku tak punya. Drama selanjutnya terjadi lagi, tidak tahu arah dan tujuan karena tidak punya internet.

Kartu SIM yang aku pakai, masih kartu SIM Thailand, secara setelah selesai menapaki Vientiane aku akan kembali ke Bangkok. Jadi tidak terpikir untuk membeli internet. Sebenarnya di Buddha Park, internet masih bisa digunakan, namun memasuki pusat kota, zonk, sinyal internet terputus dan tidak ada public wifi sama sekali.

Hopeless gitu kan karena nyasar, panas, gak ada internet, gerah, susah ngomong, plus ditawarin tuktuk terus menerus sama supir-supir disana. Keliatan banget kali ya turis kebingungan. Tapi secercah harapan muncul ketika aku melihat sebuah bangunan megah di depan mata, Vientiane Center Lao Mall. Baiklah, ngadem dulu guys, mari kita ngemall sambil mencari wifi.

Vientiane Center Lao Mall siang itu terbilang sangat sepi, beberapa toko masih tutup. Aku iseng mengunjungi beberapa toko untuk mencuci mata. Sekilas harga barang branded di mall ini lebih murah dibandingkan di Indonesia. Tapi karena tidak ada niat belanja, ya cukup sampai memanjakan mata saja.

Mallnya biasa aja, menurutku jauh lebih bagus Grand Metropolitan Mall Bekasi sih (yuhuuu anak Bekasi mana suaranya?). Cukup random sih, sempat-sempatnya ngemall di Vientiane haha. Sebenarnya ini tidak ada di itinerary tapi ya karena drama jadilah akhirnya ngemall. Tapi lumayan, bisa dapat wifi untuk mencari akses menuju destinasi selanjutnya.

Patuxai/ Patuxay Monument

Patuxai Monument Vientiane
Patuxai Monument
Akhirnya memutuskan untuk naik tuktuk menuju Patuxai, karena menurut maps jaraknya sekitar 1,5 km. Jompo banget kalau harus jalan kaki. Serius, nawar tuktuk di Vientiane harus tebal muka dan pake urat. Nawarnya modal kalkulator aja, ketik aja harga yang kita tawar lalu perlihatkan kepada supir tuktuk. Kalau ikutin maunya supir tuktuk, mahal banget, rugi. Jadi harus ditawar ya!

Patuxai Monument artinya Victory Gate atau Gate of Triumph. Monumen ini merupakan adaptasi dari  Arc de Triomphe yang ada di Paris. Patuxai Monument adalah lambang dari kota Vientiane yang menjadi simbol perjuangan rakyat Laos atas jajahan Perancis selama lebih dari 50 tahun.

Dekorasinya merupakan gabungan dari unsur desain Laos dan Perancis. Jika dilihat lebih dekat, lukisan yang menghiasi dindingnya sangatlah detail dengan ukiran dan paduan warna yang indah. Patuxai dibangun pada tahun 1957 sampai 1968 oleh arsitek bernama Mr. Tham Sayasthsena. 
Patuxai Monument Vientiane
Detail ukiran pada bangunan Patuxai
Tidak ada biaya tiket masuk saat mengunjungi Patuxai Monument. Namun, jika kamu ingin melihat landmark kota Vientiane dari puncak Patuxai, kamu cukup membayar tiket seharga 5.000 Kip atau Rp 8.000 saja. Sayangnya, aku sudah terlalu lelah untuk menapaki satu per satu anak tangganya, jadi aku tidak menyempatkan diri sampai ke puncak.

Letaknya yang persis di tengah kota Vientiane, membuat Patuxai menjadi tempat wisata yang ramai dikunjungi. Pengunjungnya bukan hanya turis saja, namun juga warga lokal yang sekedar ingin bersantai. Area sekitar Patuxai cukup luas, dikelilingi taman yang terawat, serta terdapat sebuah kolam air mancur. Terdapat banyak bangku taman yang tersedia, jadi bisa bersantai sembari menghabiskan hari.
Patuxai Monument Vientiane
Area sekitar Patuxai
Namun, aku menyarankan untuk bersantai di pagi atau sore hari saat matahari belum terik bersinar. Matahari Laos sangatlah panas dan menusuk sampai ke pori-pori, terlebih sepanjang jalan yang aku tapaki di Vientiane sangat jarang ditemui pohon-pohon besar. Gersang sekali rasanya dan banyak debu berterbangan.

Pha That Luang

Pha That Luang
Pha That Luang
Nah, masih ingat kan kalau masyarakat Laos itu tidak paham bahasa Inggris sama sekali? Beruntungnya, aku bertemu dengan seorang supir tuktuk baik hati yang cukup fasih berbahasa Inggris. Ceritanya, aku mencari tuktuk untuk mengantarkanku ke destinasi selanjutnya, Pha That Luang. Tetapi kebanyakan supir tuktuk yang aku tanya malah kabur haha mungkin karena mereka tidak mengerti bahasaku.


Akhirnya aku secara tidak sengaja bertemu dengan supir tuktuk yang bersedia mengantarkanku ke Pha That Luang, bahkan menawarkan dirinya untuk menjadi guide tanpa biaya yang mahal. Baik banget. Setelah deal harga akhirnya supir tuktuk mengantarkan ku ke Pha That Luang, lalu kami janjian untuk bertemu lagi di tempat yang sama setelah 2 jam aku berkeliling.

Hanya modal kepercayaan dan janjian saja, karena aku tidak punya internet dan pulsa untuk menghubungi si supir tersebut. Sementara, supir tuktuk tidak mau stay, karena katanya terlalu lama menungguku. Dia bilang, bahwa dia masih mau mengambil penumpang lain, sembari menungguku selesai berkeliling. 

Area Pha That Luang sangat luas sekali, terdapat beberapa tempat yang bisa dikunjungi. Namun, karena keterbatasan waktu dan lagi-lagi karena jompo dan kepanasan, aku hanya menapaki 3 tempat saja. Tapi yang jelas, kamu wajib mengunjungi stupa emas That Luang yang menjadi candi utama di area ini.

Ketika memasuki area, terdapat sebuah bangunan megah berwarna merah keemasan di sisi sebelah kiri dari arah kedatangan. Entah itu bangunan apa, karena tulisannya menggunakan aksara Laos, mohon maaf tidak paham haha. Namun, bangunan tersebut dibangun atas hubungan Laos dan Perancis karena terdapat simbol kedua negara tersebut dalam papan pengenalnya.
Pha That Luang Laos
Bangunan di area Pha That Luang
Pha That Luang atau Great Stupa merupakan stupa Buddha berlapis emas yang dinilai sakral oleh masyarakat Laos. Konon katanya di dalam stupa ini terdapat rongga yang menyimpan sebuah benda keramat berupa patung Buddha yang terbuat dari logam mulia. 

Pha That Luang merupakan monumen penting yang menjadi simbol nasional negara Laos, dibangun pada abad ke-3 dengan beberapa kali tahapan pembangunan. Saat aku ke sana, banyak sekali warga lokal yang memenuhi area Pha That Luang, banyak juga penjual makanan, minuman, serta souvenir

Sepertinya masuk ke candi utama Pha That Luang dikenakan tiket masuk, tapi entah kenapa saat itu aku dan teman-teman travelingku dengan mudahnya dipersilahkan masuk tanpa harus membayar tiket. Lumayan gratis hehe. Namun, turis dilarang masuk ke area candi, mungkin karena area tersebut sakral dan digunakan warga lokal untuk beribadah.
Lao kid
Lao kid was cute :)
Tidak jauh dari area candi utama, terdapat patung Buddha tidur berwarna emas berukuran sangat besar, namanya Va That Khao. Selain itu juga terdapat monumen Setthathirath atau Xaysettha yang merupakan patung dari salah satu pemimpin besar dalam cerita sejarah Laos (Great King of Laos). Jangan lupa mampir ya ke beberapa bangunan lain dalam area ini.

Saatnya kembali menemui supir tuktuk untuk mengantarkanku ke suatu hotel yang menjadi titik penjemputan travel bis sebelum kembali menuju Bangkok. Puji Tuhan, supir tuktuk menepati janjinya dan mengantarkanku dengan selamat. Bahkan diperjalanan, beliau mengenalkan beberapa bangunan terkenal di Vientiane.

Sayangnya aku tidak meminta kontak sang supir untuk bisa aku rekomendasikan ke teman-teman pembaca. Aku pun lupa berapa harga yang ditawarkan untuk mengantar jemput kami. Khop Jai aku ucapkan kepada supir tuktuk sang penyelamatku yang fasih berbahas Inggris. Semoga lancar terus rezekinya, Pak!

Berpisah dengan supir tuktuk, eh lagi-lagi aku malah bertemu dengan drama saat menunggu bis pulang haha, baca deh kisahku saat drama menunggu bis menuju Bangkok di postingan sebelumnya yah!

Khop Jai!

Thank you, Laos for a day great experience! I promise to see you later, meet the other side of your great treasure! Sejujurnya masih penasaran sama Kuang Si Waterfall dan jelajah Luang Prabang. Semoga masih ada kesempatan ya. Amin! Gimana, kamu tertarik traveling ke Laos?



Article "Vientiane Day Trip" protected

Posting Komentar

Lebih baru Lebih lama