Jelajah Lombok di Masa Pandemi Bersama Kementerian Perhubungan dan Suaradotcom

Bukit Merese Lombok

Pejalanan ini dimulai tanpa rencana, berawal dari Kompetisi Jelajahi Konektivitas Transportasi dengan menulis rencana perjalanan (itinerary) yang diadakan oleh Kementerian Perhubungan RI (@kemenhub151) dan Suara.Com (@suaradotcom) melalui instagram. Aku mengirimkan tulisanku dan puji Tuhan akhirnya memenangkan hadiah trip gratis ke Lombok selama 4 hari 3 malam untuk 2 orang.

Baca: Ashtari Restaurant and Lounge Bar Lombok, Lebih dari Sekedar Makan

Awalnya aku melihat postingan pada feed instagram @marischkaprue yang berisi ajakan untuk mengikuti kompetisi dengan hadiah trip gratis plus uang saku. Intinya, kompetisi ini menuntut kita untuk menyusun rencana perjalanan (itinerary) yang memuat konektivitas atau aksesbilitas menggunakan transportasi publik saat jelajah wisata.

𝗸𝗼𝗺𝗽𝗲𝘁𝗶𝘀𝗶 𝗝𝗲𝗹𝗮𝗷𝗮𝗵𝗶 𝗞𝗼𝗻𝗲𝗸𝘁𝗶𝘃𝗶𝘁𝗮𝘀 𝗧𝗿𝗮𝗻𝘀𝗽𝗼𝗿𝘁𝗮𝘀𝗶 𝗱𝗮𝗿𝗶 𝗞𝗲𝗺𝗲𝗻𝘁𝗲𝗿𝗶𝗮𝗻 𝗣𝗲𝗿𝗵𝘂𝗯𝘂𝗻𝗴𝗮𝗻 𝗥𝗲𝗽𝘂𝗯𝗹𝗶𝗸 𝗜𝗻𝗱𝗼𝗻𝗲𝘀𝗶𝗮

Singkat cerita akhirnya aku menuliskan rencana perjalanan pada miniblog Transmate dan mengisi data diri. Tanpa disangka, ternyata aku memenangkan kompetisi tersebut. Well, agak was-was sebenarnya karena sedang pandemi. Tapi sayang kan kalau tidak manfaatkan. Akhirnya aku memutuskan untuk trip tanggal 29 Januari sampai 1 Februari 2021 ke Lombok.

𝗸𝗼𝗺𝗽𝗲𝘁𝗶𝘀𝗶 𝗝𝗲𝗹𝗮𝗷𝗮𝗵𝗶 𝗞𝗼𝗻𝗲𝗸𝘁𝗶𝘃𝗶𝘁𝗮𝘀 𝗧𝗿𝗮𝗻𝘀𝗽𝗼𝗿𝘁𝗮𝘀𝗶 𝗱𝗮𝗿𝗶 𝗞𝗲𝗺𝗲𝗻𝘁𝗲𝗿𝗶𝗮𝗻 𝗣𝗲𝗿𝗵𝘂𝗯𝘂𝗻𝗴𝗮𝗻 𝗥𝗲𝗽𝘂𝗯𝗹𝗶𝗸 𝗜𝗻𝗱𝗼𝗻𝗲𝘀𝗶𝗮

Fasilitas

- Tiket Pesawat PP Jakarta-Lombok untuk 2 orang.

- Hotel Bintang 4 selama 4 hari 3 malam di Hotel Lombok Astoria.

- Trip 4 hari 3 malam (termasuk guide, makan, minum, tiket masuk wisata, bensin, parkir, kapal, snorkel, dan dokumentasi, tetapi tidak termasuk biaya untuik Rapid Test Antigen).

- Uang saku Rp 2.500.000,-

Persiapan Perjalanan Saat Pandemi

Jadi ada beberapa check list yang harus dipersiapkan sebelum melakukan perjalanan dengan menggunakan pesawat ke Lombok saat masa pandemi ini, yaitu:

- Menyiapkan tiket perjalanan.

- Memiliki surat keterangan rapid test antigen dengan hasil negatif berlaku selama 2 hari (sesuai dengan peraturan yang berlaku saat perjalanan tanggal 29 Januari sampai 1 Februari 2021). Karena perjalananku selama 4 hari, maka aku harus melakukan test sebanyak 2 kali, sekali saat keberangkatan dan sekali saat kepulangan.

- Melakukan validasi di bandara keberangkatan.

- Melakukan check-in di bandara keberangkatan.

- Mengisi data pada aplikasi electronic Health Alert Card (eHac) yang dapat didownload di Google Store atau Apple Play Store (siapkan data diri, alamat tujuan, waktu ketibaan, nomor kursi pesawat, kode penerbangan, dll).

- Memperlihatkan barcode pada aplikasi eHac setibanya di bandara tujuan kepada petugas.

Selama jelajah Lombok, aku ditemani oleh mama. Sehari sebelum berangkat, aku dan mama sudah menjalani test antigen untuk memastikan kami bebas dari virus Covid-19 dan dapat melakukan perjalanan. Biaya rapid test bervariasi tergantung klinik atau rumah sakit yang melaksanakan, kisarannya antara Rp 90.000,- sampai Rp 250.000,-.

Test antigen dilakukan sehari sebelum perjalanan dengan masa berlaku selama 2 hari. Namun yang perlu dicatat, bahwa setiap daerah tujuan mempunyai aturan yang berbeda-beda, jadi harus diperhatikan. 

Itinerary

Day 1: Desa Sade dan Pantai Kuta Mandalika

Selama perjalanan tentu saja protokol kesehatan sangat ketat aku terapkan. Saat di pesawat hingga tiba di Lombok, aku tidak melepas masker dan selalu menjaga jarak dengan orang sekitar. Untungnya penerbangan saat itu tidak terlalu ramai dan pesawat juga menerapkan physical distancing dalam pemilihan kursi, dimana kursi bagian tengah dikosongkan. Suasana bandara Lombok saat itu cukup sepi tidak seperti tahun 2016 silam saat pertama kali aku ke sana.

Setibanya di Bandara Internasional Lombok Praya, aku langsung bertemu dengan Mas Andi, guide yang akan menemaniku selama 4 hari 3 malam jelajah Lombok. Hal pertama yang aku lakukan adalah makan siang haha sudah lapar sekali rasanya.

Aku makan siang dengan Nasi Balap Puyung yang letaknya tidak terlalu jauh dari bandara. Makanan ini merupakan makanan khas lombok yang menyajikan burung goreng, daging, kangkung plecing, dan banyak lagi. Aku pesan menu paket lengkap, jadi lauknya cukup banyak, sekitar 5 jenis hehe. 

Setelahnya aku menuju desa adat suku sasak, Desa Sade, yang masih dihuni oleh masyarakat asli suku sasak yang tinggal di rumah adat khas suku sasak. Atap rumah terbuat dari ilalang yang dirakit sedemikian rupa sehingga tidak bocor saat musim hujan dan tidak panas saat musim kemarau, lantainya pun masih tanah namun ada juga yang sudah di semen. Uniknya, masyarakat desa biasa membersihkan lantai rumah mereka dengan kotoran sapi, yang memang sudah tradisi turun temurun.

Saat mengunjungi Desa Sade, aku ditemani oleh guide lokal dari desa tersebut. Guide tersebut bercerita mengenai sejarah suku sasak yang tinggal di Desa Sade, kurang lebih ada 150 keluarga atau sekitar 700 orang yang tinggal di desa tersebut. Mata pencarian utama masyarakat desa adalah bertani dan menenun, oleh karena itu hampir setiap rumah memasarkan hasil tenunan mereka di depan rumah masing-masing untuk dibeli oleh pengunjung.

Desa Adat Sade
Desa Adat Sade
Desa Adat Sade
Pohon cinta di Desa Adat Sade

Hanya aku pengunjung yang mampir saat itu, sebelumnya hanya ada satu rombongan yang berwisata. Memang sejak pandemi melanda, jumlah wisatawan yang berkunjung ke Desa Adat Sade menurun drastis. Aku pun syok mengingat terakhir kali aku kesana, sangatlah ramai bahkan antri untuk berfoto. Satu sisi, miris rasanya melihat tempat wisata yang kosong, apalagi warga disana menggantungkan hidup dari sektor wisata.

Destinasi selanjutnya adalah Pantai Kuta Mandalika. Mandalika merupakan kawasan destinasi wisata super prioritas yang ditetapkan oleh Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Keratif tahun 2021. Wow, tidak menyangka bahwa kaki ini beranjak menjajakinya hehe. Tahukan kamu bahwa saat ini sedang dibangun Kawasan Ekonomi Khusus (KEK) Mandalika? 

Kuta Mandalika Lombok
The Mandalika
Kuta Mandalika Lombok
Kuta Mandalika

KEK Mandalika mengusung pariwisata sebagai konsep utamanya, dimana pariwisata yang dikembangkan berwawasan lingkungan dengan daya tarik objek wisata alam serta berorientasi terhadap kelestarian lingkungan hidupnya. Bukan hanya itu, Mandalika juga dipilih menjadi arena pertandingan MotoGP, pertandingan balap motor internasional, yang rencananya akan diadakan tahun 2021. Sudah siap menyambut sirkuit jalan raya pertama di dunia yang akan dibangun di KEK Mandalika? Oh, I can't wait!!

Salah satu destinasi wisata yang menarik di KEK Mandalika adalah Pantai Kuta Mandalika. Keistimewaan pantai ini adalah bentuk pasirnya yang bulat menyerupai merica, atau biasa disebut pasir merica. Wah, pantainya bagus banget sih, bersih, airnya biru, karangnya unik, dan yang paling mengejutkan adalah super sepi hehe hanya ada aku, beberapa turis lokal, dan pedagang. Puas banget sih mau foto-foto gak perlu takut bocor keliatan orang lain haha.

Pantai Kuta Lombok
Pantai Kuta Lombok
Pantai Kuta Mandalika Lombok
Pasir merica di Pantai Kuta Lombok

Day 2: Pantai Senggigi, Taman Air Narmada, Desa Sukarara, dan Oleh-Oleh

Awalnya hari kedua aku berencana untuk snorkeling di tiga gili, namun karena cuaca tidak mendukung dan gelombang air laut cukup tinggi, akhirnya aku memutuskan untuk menukar jadwalnya. Jadi hari kedua cukup santai, menyelusuri Senggigi Hill yang super sepi, foto-foto sebentar kemudian lanjut ke Taman Air Narmada.

Pantai Sengigi Lombok
Pantai Sengigi

Taman Air Narmada dulunya merupakan tempat peristirahatan raja yang sekarang diubah menjadi destinasi wisata yang katanya menyimpan air awet muda, ih wow. Saat raja sudah bertambah tua, beliau tidak bisa lagi mengikuti upacara keagamaan di Gunung Rinjani, sebab itulah dibuat taman air ini yang arsitekturnya menyerupai Gunung Rinjani. Jangan lupa mampir ke Bale Pertirtaan yang menyimpan mata air yang konon bisa membuat awet muda.

Taman Air Narmada Lombok
Taman Air Narmada

Lombok terkenal dengan kain tenunnya, salah satu tempat untuk mendapatkan tenun asli Lombok dengan kualitas yang bagus adalah di Desa Sukarara. Semua perempuan di desa ini diharuskan bisa menenum, kalau tidak bisa, maka perempuan tersebut tidak diperkenankan untuk menikah. Maka tidak heran kalau hasil tenunan dari Desa Sukarara ini dijamin kualitasnya karena sudah diwariskan turun temurun.

Lagi-lagi aku merupakan satu-satunya pengunjung yang berkunjung saat itu. Aku disambut oleh warga lokal yang menjadi guide. Aku juga mencoba pakaian adat khas suku sasak, yang terdiri dari kain songket, atasan berwarna hitam dan selendang yang dipasangkan di bagian dada. Setelah mencoba pakaian khas suku sasak, aku dipersilahkan untuk mengambil foto di replika rumah adat sasak yang ada di sana. 

Desa Sukarara Lombok
Desa Tenun Sukarara

Semua hasil tenun warga Desa Sukarara di jual di koperasi, mulai dari songket, kain meteran, ikat kepala, taplak meja, tas, dan banyak lagi. Harga yang ditawarkan bervariasi tergantung dari tingkat kesulitan tenunannya. Jangan takut untuk menawar ya, karena kamu diperkenankan untuk menawar jika memang ingin membelinya.

Oleh-oleh lainnya yang terkenal dari Lombok selain kain tenun adalah mutiara Lombok. Aku mampir ke Toko Mutiara milik Hj. Siti Hajar yang katanya merupakan pemasok mutiara ke para penjual mutiara di Lombok. Jujur, mutiaranya bikin naksir hehe. Harga mutiara air tawar lebih murah dibandingkan air laut, katanya sih karena mutiara air tawar dibudidaya di China, sementara mutiara air laut merupakan hasil budidaya Indonesia. Silahkan dipilih-pilih sesuai budget masing-masing yaa.

Malamnya aku mencicipi Sate Rambiga Ibu Sinnaseh yang sangat terkenal di Lombok. Aku pesan sate sapi dengan sambal khas daerah Rambiga yang sangat pedas namun menggugah selera. Selain itu, aku juga pesan babalung yaitu semacam sop iga tapi tanpa sayuran, dan tentunya plecing kangkung yang wajib menjadi teman semua makanan di Lombok. Maknyus rasanya, enak banget hehe. 

Day 3: Hoping Island Gili Trawangan, Gili Meno, dan Gili Air, Bukit Malimbu, dan Villa Hantu

Thank God, akhirnya hari ini bisa main air di laut. Yippie, snorkeling lagi, rasanya super duper happy. Aku bersama guide menggunakan kapal private yang berangkat dari Dermaga Teluk Nara. Lagi-lagi hanya aku yang akan hoping island saat itu, wow like a private island banget gak sih? haha. 

Gili Trawangan Lombok
Pantai Gili Trawangan

Tujuan pertama adalah Gili Air, snorkeling bersama ikan warna warni disana. Walaupun sudah pernah merasakannya, tapi tetap saja rasanya beda hehe. Selanjutnya ke Gili Meno, melihat patung yang menjadi daya tarik disana, yaitu patung sekumpulan orang yang membentuk lingkaran. Konon patung ini sengaja dibuat pada tahun 2017. Terakhir, aku snorkeling bersama penyu laut di Gili Trawangan, mengagumkan aku berhasil bertemu dengan 5 ekor penyu yang sedang berenang-renang di tengah laut, so cute.

Gili Trawangan Lombok
Gili Trawangan

Kapal menepi di Gili Trawangan untuk istirahat dan menikmati santap siang. FYI, kendaraan bermotor tidak diperbolehkan untuk beroperasi di Gili Trawangan, jadi kendaraan yang dapat dipakai disana hanya sepeda, cidomo (andong), dan sepeda listrik. Sungguh kaget aku dengan suasana Gili Trawangan saat itu, sangat sepi. Bahkan bisa dibilang hanya aku dan beberapa orang (bisa dihitung jari) yang sedang menikmati liburan. Selebihnya adalah warga lokal yang bersantai, tapi itu juga tidak banyak.

Banyak hotel dan cafe yang tutup, cidomo yang lewat hanya mengangkut pasir, bukan para turis, bahkan banyak barisan parkiran sepeda yang dirantai karena tidak ada penyewa. Apakah ini Gili Trawangan yang ramai itu? Menurut cerita guide yang menemaniku, sejak kejadian gempa Lombok beberapa tahun silam, wisatawan yang berkunjung ke Gili Trawangan mulai berkurang. Saat renovasi pasca gempa selesai, Gili Trawangan mulai ramai kembali, namun tidak lama kemudian pandemi kembali melumpuhkannya. 

Gili Trawangan Lombok
Bersepeda keliling Gili Trawangan

Tahun 2016 jalan utama Gili Trawangan selalu macet menjelang sunset. Namun, saat ini jalanannya kosong, tidak ada orang lalu lalang, hanya beberapa warga lokal yang lewat atau sekedar duduk-duduk. Semoga pandemi ini cepat berlalu, agar sektor pariwisata bisa bangkit kembali dan menunjukkan pesona keindahannya. Amin.

Kembali menuju Dermaga Teluk Nara dan melanjutkan perjalanan menyambut matahari tenggelam di sepanjang Malaka atau Malimbu. Turun sebentar untuk berfoto di Bukit Malimbu dengan pemandangan garis laut yang mebiru diikuti dengan beberapa monyet yang berkeliaran. Hati-hati dengan barang bawaan kalian yah.

Bukit Malimbu Lombok
Bukit Malimbu

Selanjutnya menanti sunset di Villa Hantu. Eit, jangan horor dulu, villa ini bukan villa berhantu, hanya villa yang pembangunannya tidak selesai karena ditinggal oleh pemiliknya. Villa ini dijadikan tempat wisata untuk menikmati tenggelamnya matahari. Sepertinya villa ini menjadi favorit pemuda-pemudi warga lokal untuk nongkrong dan foto-foto, karena memang pemandangannya indah banget pas sekali menutup jalan-jalanku pada hari ketiga.

Villa Hantu Lombok
Pemandangan dari atas Villa Hantu

Day 4: Pantai Tanjung Aan dan Bukit Merese

Hari terakhir di Lombok diisi dengan menyusuri Pantai Tanjung Aan dan Bukit Merese. Pantai Tanjung Aan terkenal dengan pasir putihnya yang halus dan air lautnya yang biru. Spot ikonik di Pantai Tanjung Aan tentu saja adalah ayunan kayu yang terletak di pinggir pantai. Rasanya seperti private beach karena sepanjang pantai hanya ada rombonganku, dua orang bapak-bapak pedagang, dan satu anak kecil yang selalu mengikutiku untuk menawarkan dagangannya. 

Pantai Tanjung Aan Lombok
Ayunan yang terletak di pinggir pantai
Pantai Tanjung Aan Lombok
Pantai Tanjung Aan

Seandainya hari ini bukan jadwalku pulang, pasti aku sempatkan untuk bermain air sejenak. Suasana siang itu sangat tenang, hanya terdengar deburan ombak dan sayupnya suara angin. Kedai pedagang di pinggir pantai semuanya tutup ya mungkin karena tidak ada lagi turis yang berkunjung, lalu parkiran kendaraan pun kosong, hawa siang itu terkesan sedikit spooky haha karena suasananya benar-benar sepi. 

Oh, ternyata ada seorang bapak penggembala sapi di atas Bukit Merese. Totalnya hanya ada 7 orang disana saat itu, aku, mama, guide, 3 orang pedagang, dan bapak penggembala. Rekor banget sih ini, seumur hidup baru kali ini merasa seperti penguasa pantai dan bukit haha. Pemandangan dari atas Bukit Merese sangatlah indah, seperti replika padang rumput New Zealand yang dibundle dengan pemandangan lautan dari atas bukit. Bahasa lebaynya so magnificent very impressive! Penutupan trip yang sangat luar biasa, gak sabar rasanya ingin kembali berkunjung! 

Bukit Merese Lombok
Pemandangan dari atas Bukit Merese bersama kerbau-kerbau
Bukit Merese Lombok
Bukit Merese

Nah, sebelum melakukan perjalanan kembali ke Jakarta, aku mengisi perut terlebih dahulu di Nasi Balap Puyung Inaq Esun yang letaknya persis di seberang jalan masuk menuju bandara. Setelah itu, sebelum memasuki area keberangkatan, aku dan mama kembali melakukan rapid test antigen di Bandara Lombok, tepatnya di dekat parkiran mobil. Puji Tuhan, hasilnya negatif. 

Epilog

Bersyukur sekali bisa merasakan liburan gratis ditengah suntuknya situasi pandemi. Namun, aku menghimbau agar kiranya kita semua tetap waspada dan mengikuti 5M protokol kesehatan dimasa pandemi. Jangan lupa mencuci tangan, menjaga jarak, memakai masker, menjauhi kerumunan, dan mengurangi mobilitas. Selalu menjaga imun dengan makanan bergizi dan minum yang cukup.

Akhir kata, terima kasih kepada Kementerian Perhubungan Republik Indonesia dan Suara.Com atas kesempatan yang diberikan untukku. Nah, kalau kamu ingin menonton video singkat cerita liburanku, boleh mampir dan langsung aja klik ke channel youtube-ku hehe. See you next trip! Stay safe and keep healthy :)







Article "Jelajah Lombok di Masa Pandemi Bersama Kementerian Perhubungan dan Suaradotcom" protected

Posting Komentar

Lebih baru Lebih lama